Apr 6, 2010
Karikatur Pendidikan 2
Kemiskinan di negara indonesia sudah merupakan sesuatu yang banyak dirasakan oleh kaum mayoritas. penggusuran lahan secara sepihak tanpa disertai dengan ganti rugi yang memadai menjadikan yang miskin semakin miskin, kemudian penggambaran harga gas yang semakin melambung menyebabkan banyak warga yang kesulitan dalam hal pangan, sudah miskin tambah miskin tidak bisa makan pula.
gambaran orang yang berada di dalam botol adalah contoh salah satu orang yang ingin memperjuanngkan kepentingan nya untuk orang banyak, tapi apa daya dia hanyalah seorang yang tidak punya apa-apa, dibelenggulah semua perkataan dia meskipun dia benar... memang tidak bisa di pungkiri kalau uang menentukan segalanya.,
Karikatur Pendidikan 1
tapi dari karikatur tersebut kita lihat bahwa anak-anak tersebut justru di jejalkan berbagai macam hal negatif yang dapat merusak pemikiran pemikiran mereka tentang kehidupan.
hal ini dilakkan oleh oknum oknum yang tidak bertanggung jawab demi untuk kepentingan pribadi nya saja.. semoga hal seperti ini dapat segera diberantas oleh pihak yang bertanggung jawab.
Artikel1
Situs Kotaraya Lembak ditemukan pada tahun 1988. Situs megalitik yang terletak di tengah kebun kopi, sekitar 250 kilometer barat Kota Palembang, itu merupakan lokasi ditemukannya tujuh bilik batu. Bilik batu di situs Kotaraya Lembak diperkirakan sudah berumur 2.500 tahun.
Menurut Asmani, wilayah Kotaraya Lembak sejak sebelum Indonesia merdeka sudah sering didatangi para peneliti Belanda. Mereka meneliti peninggalan megalitik yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten Lahat dan Kota Pagar Alam, Sumsel.
Asmani mengungkapkan, sampai tahun 1980-an banyak orang datang ke Kotaraya Lembak karena mendengar desas-desus ada harta karun. Tidak seorang pun yang menemukan harta karun berupa emas-berlian, tetapi para pemburu harta karun itu justru menemukan tujuh bilik batu. Tiga buah bilik batu di antaranya ditemukan di areal kebun kopi milik Asmani.
Penemuan tujuh bilik batu itu dilaporkan ke Penilik Kebudayaan di Kecamatan Jarai, sampai pada akhirnya berita penemuan menghebohkan itu tersebar hingga ke Jakarta. Para peneliti dari Jakarta datang ke Kotaraya Lembak untuk pertama kali pada awal tahun 1988. Mereka berjumlah empat orang, ditambah dua orang dari Lahat. Para peneliti itu bolak-balik ke Kotaraya Lembak selama setahun untuk melakukan penelitian.
”Agustus 1988, Menteri Fuad Hasan datang ke sini. Beliau berbicara langsung kepada saya dan minta tolong kepada saya supaya situs ini dijaga. Nanti setibanya di Jakarta, beliau akan mengirimkan uang untuk beli rokok,” cerita Asmani.
Tanpa pikir panjang, Asmani menyanggupi permintaan Fuad Hasan. ”Meskipun Bapak tidak menyuruh, saya tetap akan menjaga situs ini karena situs ini adalah peninggalan nenek moyang,” kata Asmani menirukan ucapannya kepada Fuad Hasan ketika itu.
Sebulan setelah kedatangan Fuad Hasan, selepas maghrib, seorang kurir datang ke rumah Asmani, mengantar uang dari Fuad Hasan. Jumlah uang yang diantarkan cukup besar pada masa itu, yaitu Rp 600.000.
Asmani kebingungan karena mendapat segepok uang dari seorang menteri. Dia sempat ragu menerimanya, namun kurir itu menyarankan agar Asmani menerima uang tersebut. Supaya lebih yakin, Asmani bertanya apakah kurir itu sudah mendapat izin dari Fuad Hasan. Kurir tersebut menyatakan sudah mendapat izin dari Menteri.
Setia menjaga
Mulai tahun 1989, Asmani mulai mendapat honor sebagai penjaga situs megalitik Kotaraya Lembak. Honor dikirimkan melalui wesel setiap tiga bulan sekali. Honor pertama Asmani sebesar Rp 25.000 per bulan, dikirim setiap tiga bulan. Terakhir Asmani menerima honor Rp 450.000 per tahun. Meskipun nilainya kecil, itu tidak mengurangi kesetiaan Asmani menjaga situs.
Tugas utama Asmani adalah menjaga agar situs Kotaraya Lembak aman. Termasuk mengamankan situs itu dari pencurian dan tindakan vandalisme seperti corat-coret atau menggores-gores bilik batu. Untuk itu, Asmani sering tidur di tengah kebun kopi di dekat situs tersebut.
Tugas paling berat bagi Asmani adalah saat berita penemuan bilik batu di Kotaraya Lembak tersebar ke berbagai penjuru tempat. Setiap hari jumlah pengunjung yang penasaran ingin melihat bilik batu mencapai 500 orang. Dia harus memastikan kondisi situs aman dari gangguan, termasuk mengamankan kebun kopi milik dia sendiri dan warga lain di sekitar situs tersebut.
Tujuh lokasi situs yang menjadi tanggung jawab Asmani tersebar di kebun kopi yang luasnya sekitar lima hektar. Luas areal itu termasuk kebun kopi milik Asmani yang luasnya 2,5 hektar. Di kebun kopi miliknya ada tiga lokasi bilik batu.
Namun, bertambahnya usia tidak dapat dikelabui. Setelah 20 tahun menjadi penjaga situs, sejak tahun 2009 Asmani menyerahkan tugas tersebut kepada anak laki-lakinya, Erwin Sartono. Asmani sudah lelah dan ingin mengisi hari tuanya dengan berkebun saja.
”Setelah usia semakin tua, saya tidak pernah tidur di kebun. Jadi sekarang ada banyak coretan di bilik batu. Dulu, waktu saya masih tidur di kebun, tidak ada coretan di bilik batu,” ungkapnya.
Keluarga besar Asmani seolah ditakdirkan untuk selalu menjadi saksi keberadaan situs megalitik di Kotaraya Lembak. Kakek Asmani pada tahun 1950-an ikut memindahkan batu gajah dari Kotaraya Lembak ke Palembang. Batu gajah adalah peninggalan megalitik berupa batu besar yang diukir berbentuk manusia menunggang gajah.
Batu gajah disimpan di Museum Negeri Sumsel Balaputradewa, Palembang. Asmani mengungkapkan, berdasarkan cerita dari kakeknya, batu gajah itu diangkut ke Palembang menggunakan truk.
Belanda telah membuka jalan cukup lebar menembus kebun kopi untuk memudahkan transportasi ke situs batu gajah. Sebagai ganti rugi atas pengangkutan batu gajah, dibangunlah dua buah masjid untuk warga di sekitar lokasi situs.
Asmani telah mewanti-wanti anaknya agar mempertahankan kebun kopi yang di dalamnya terdapat situs megalitik. Kebun kopi tempat situs megalitik itu tak boleh dijual atau dihibahkan, kecuali pemerintah menghendaki.
”Kalau tanahnya dijual, saya khawatir setelah saya meninggal akan ditunjuk orang lain sebagai penjaga situs. Permintaan saya hanya satu, orang yang menjadi penjaga situs harus anak dan cucung (cucu) saya,” ujar Asmani berharap.
Asmani mengatakan, dia mau menjadi penjaga situs itu karena memang tulus ingin melestarikan peninggalan nenek moyang. Situs megalitik adalah peninggalan masa lalu yang bernilai sejarah.
”Dari situs megalitik kita bisa mempelajari dari mana asal-usul kita. Kita juga bisa mengetahui bagaimana dulu manusia hidup. Begitulah cara saya berpikir meskipun saya tidak sekolah sampai tinggi,” ujar Asmani.
Puisi2
Tetaplah Disisiku
Ya Allah…
Dimanakah ku harus berlabuh…
Saat semua dermaga menutup pintu,
Dan berkata “ ini bukan untukmu…”
“Segara menjauh karna disini bukan tempatmu….!!!”
Ya Allah…
Katakan padaku, dermaga untukku berlabuh…???
Agar ku segera menghela nafas kehidupan yang baru.
Sampai kapan ku harus arungi waktu,..
Ku lelah Menunggu suatu yang tak pasti walau hanya Satu,..
Ya Allah …
Beri aku penerang jalan-Mu
Agar tak tersesat saat ku melaju,..
Kuatkan awak kapalku,
Saat badai menghalangi jalanku
Ya Allah …
Tetaplah disisiku,
Jangan Engkau menjauh dariku…
Karna ku mati tanpa hadir-Mu
Puisi1
aku tahu engkau diam di sudut itu
menghitung waktu dari jam tanganmu
sedang kepastian selalu menjauh darimu
aku tahu engkau mampu
habiskan hari-hari sepimu
menumpuk laksaan rindu
aku tahu engkau berusaha menghapus airmatamu
setiap ada orang menyapamu
setiap aku bertanya padamu untuk apa semua itu
aku tak tahu lagi apa yang aku tahu
dari dirimu yang membiarkan hatimu beku
sedang di sini ada sebuah hati menunggumu
Cerpen2
“Aku, Mr Obama dan Mrs Michelle, dan Dr Lee.
” Matanya menunjukkan keseriusannya, aku mencoba mempelajari teknik meyakinkan seseorang melalui matanya, sesuatu yang tidak kudapat di Harvard. Keith adalah pasien baruku sehingga aku harus benar-benar mempelajari catatan medisnya. Ia mengalami gangguan nafas akut, demam di malam hari dan sering mengeluh masalah ginjalnya. Terapi yang diberikan Dr Lee hanya pengobatan jangka pendek dan ini sangat menggangguku. Tapi aku dokter yang berpengalaman. Aku tahu lebih dari dua ribu komposisi obat bersama dengan nama patennya meski hanya sembilan puluh persen aku hapal harganya. Aku selalu meminta Bob untuk membelikanku buku daftar obat terbaru untuk upayaku mengikuti perkembangan obat.
“Baiklah Keith, buka kancing bajumu”
Ketih agak lama merespon permintaanku dan aku harus mengulang sekali lagi dengan suara lebih keras.
“Ma’afkan aku, dok. Aku masih teringat Mr Obama.”
“Kau selalu mengingatnya. Kau selalu ingin menceritakannya” Keith membuka kancing bajunya, ia membuka semuanya. “Keith, kau tidak perlu membuka semuanya. Dua kancing saja”
“Oh, eh. Ma’af, dok.”
Keith selalu minta ma’af. Ma’af untuk ini, ma’af untuk itu. Aku tidak mengerti apa kesalahan orang lain padanya. Tapi aku profesional, sering kali hanya dengan mendengar aku bisa membantu penyembuhan pasien lebih cepat walaupun itu terasa menggelikan dan aneh.
“Jadi, kau makan malam apa dengan … presiden kita” aku berkata sambil menahan tawa geliku ketika menyebut “Presiden kita”. “Kau tertawa, dok”
“Tidak. Aku tidak tertawa”
“Ya, kau tertawa”
“Ok, Keith. Aku tertawa. Ma’afkan aku”
“Kau selalu minta ma’af, dok”
Aku selesai memeriksa detak jatungnya. Tidak ada masalah dengan jantungnya, iramanya stabil dan terdengar kecang di telingaku. Hanya saja stetoskop membuat kedua telingaku sakit.
“Sekarang buka mulutmu lebar-lebar”
Keith membuka mulutnya sangat lebar, bau tidak sedap keluar dari dalamnya.
“Keluarkan lidahmu dan katakan: aaaa”
Keith menuruti perintahku, aku mulai mengarahkan senter kecilku sambil menahan bau. Gigi atas dan bawahnya bolong, lidahnya pucat dan itu berarti menandakan sesuatu. Aku berpikir sebentar, ada indikasi-indikasi peradangan dan analisaku mengarah pada penyakit aneh yang terjadi belakangan ini seperti flu babi, flu burung, sapi gila atau mungkin hanya asma. Keith mengatakan sesuatu tidak jelas sambil menunjuk-nunjuk ke arah mulutnya.
“Sebentar, Keith. Aku sedang berpikir”
Keith mengangguk. Seharusnya ia mengerti tugas seorang dokter. Menentukan penyakit dan obat-obatan yang diberikan pada pasien merupakan sesuatu yang penting.
“Kau boleh menutup mulutmu, Keith”
Keith menutup mulutnya, ia berkata, “Aku sakit apa, dok?”
“Entahlah. Sekarang berbaringlah”
Aku menekan bagian kiri perutnya dan menanyakan apakah terasa sakit di bagian itu.
“Tidak, dok. Bagian itu baik-baik saja”
Aku memindahkan tanganku ke bagian tengah dan lebih ke atas, menekannya lebih keras hingga aku melihat Keith merasa seperti kehabisan nafas.
“Uh uh itu sakit sekali, dok”
Aku kembali ke mejaku setelah mendapat kesimpulan, lalu memanggilnya dan menyuruhnya duduk di hadapanku. Keith melompat, melangkah perlahan sambil menggaruk-garuk kepalanya, menarik kursi dan duduk menunggu di hadapanku sementara aku menulis resep obat untuknya. Aku seorang dokter spesialis jantung lulusan Harvard yang bertugas mulifungsi sejak menginjakkan kaki di rumah sakit ini. Rumah sakit yang kumaksud adalah rumah sakit kelas satu di Chicago milik pemerintah dengan fasilitas payah. Ini malam natal, hampir semua dokter pergi bertemu keluarga mereka, kecuali aku yang memang memiliki hati tulus mendampingi pasien. Satu jam lagi aku akan melakukan operasi usus buntu, setelah itu kunjungan di bangsal TBC melihat keadaan pasien-pasienku. Dan dalam semua kasus, aku harus menjadi seorang psikiater.
“Keith, kau belum menceritakanku tentang makan malammu”
“Well, dok. Mr Obama memesan makanan untukku. Ia bilang apakah aku suka steik. Aku menjawab aku suka steik. Kautau dok, aku suka semua makanan” Keith tersenyum
“Jadi, apa yang kaumakan?”
“Steik tuna”
“Kaumakan steik tuna?”
“Mr Obama juga makan steik tuna. Sangat lezat, dok”
“Obama tidak makan Steik, ia seorang vegetarian sama seperti aku”
“Tidak, dok. Mr Obama makan steik tuna, dan dia bilang ini steik terlezat di Chicago”
“Kau salah, Keith. Obama tidak makan daging. Begitu juga istrinya dan dua anaknya. Ia mendidik keluarganya dengan baik untuk hidup sehat. Kautau, daging itu penuh dengan parasit. Parasit itu sumber penyakit. Aku mempelajarinya di Harvard”
“Ikan bukan daging, dok. Mr Obama makan Steik tuna. Ia menghabiskannya dan hampir-hampir nambah jika tidak menyadari dirinya sedang berada di hadapan wartawan”
“Aha! Kau pintar, Keith. Tapi kau tidak cukup cerdas. Apakah kau cukup punya bukti bahwa Obama makan steik? Kaubilang ada wartawan. Kau bisa membawakanku korannya padaku?”
“Tidak, dok. Aku tidak punya korannya”
“Jadi kau mengakui aku yang benar dan kau salah”
“Kau benar, dok. Aku yang salah. Ma’afkan aku”
“Kau selalu minta ma’af, Keith”
Aku merobek lembaran kopi resep dan memberikannya pada Keith. Keith membaca resep yang kutulis, lama membacanya.
“Kau tidak perlu menatapnya, Keith. Berikan saja pada apotik dan ambil obatnya”
“Baik, dok”
Keith berjalan ke luar kamar, berhenti di tepi pintu dan mengucapkan sesuatu yang tidak perlu.
“Terima kasih, dok”
Keith pasien terakhirku dan kurasa aku bisa istirahat lebih awal malam ini. Ia pasien spesial meski ia kerap terobsesi bertemu dengan Obama. Untuk pasien spesial terkadang aku harus mengikuti permainannya. Tapi menyetujui Obama makan steik adalah tidak mungkin karena aku tahu betul kawan masa kecilku itu. Aku bangkit dan berdiri di hadapan cermin ajaib, memandang diriku dalam jas baruku yang terlalu sempit dan membuat perih di bagian ketiak. Mungkin lain kali aku bisa meminjam jas Dr Allan. Ukuran tubuhnya sama denganku. Dr Lee datang bersama Bob. Aku menyukai Dr Lee karena ia seorang wanita cerdas meskipun harus kuakui ia tidak lebih cerdas dariku dalam menganalisa penyakit dan memberikan terapi untuk pasien.
“Jadi, Keith pasien terakhirmu, Joe?”
“Ya, dan aku memberikan pengobatan yang terbaik untuknya. Ia akan sembuh dalam beberapa hari”
“Kau memang hebat Joe. Jadi, boleh kuminta jasku kembali”
“Silahkan, dok”
Aku melepas jasnya dengan susah payah dan memberikan padanya
“Dok, boleh aku bertanya padamu?”
“Tentu” “Apa betul Obama menyukai steik tuna?”
“Presiden sangat menyukai steik tuna, Joe. Darimana kautahu? Ah, Keith pasti memberitahumu”
Aku melihat Bob memberikan koran pada Dr Lee, lalu Dr Lee menunjukkan padaku halaman depan. Di situ ada foto Dr Lee, Keith, Obama dan Michelle, dan Bob ada di belakang mereka. Aku meminta koran itu untuk kubaca. Tapi aku tidak membaca apapun. Tapi jika kau bisa membaca, seperti inilah tulisan di koran: PRESIDEN MENYUMBANG US$ 200.000 UNTUK RSJ CHICAGO
“Seharusnya kau yang makan malam dengan presiden, Joe. Tapi malam itu kau terus menendang-nendang ranjang dan menyakiti dirimu sendiri sehingga Bob terpaksa harus mengikatmu. Kamu ingatkan?”
“Aku ingat, dok. Ma’afkan aku”
“Sekarang kau kembali ke kamarmu. Bob akan mengantarmu.”
“Ok, dok”
Bob memegang tanganku tanpa menariknya seperti yang ia lakukan jika aku bersikeras tidak mau kembali ke kamar karena iblis-iblis bersayap masih berterbangan di kamarku.
“Dr Lee?” aku memanggilnya
“Ya, Joe” ia tersenyum padaku, senyumnya seperti malaikat
“Terima kasih telah mengusir iblis-iblis itu dari kamarku”
“Sama-sama, Joe” Aku memandang Dr Lee untuk terakhir kalinya malam itu. Aku menyukai 89 di bajuku. Dr Lee bilang iblis-iblis tidak akan datang kembali selama 89 itu masih menempel di bajuku.